Menjadi Pria dan Suami yang Berakar pada Janji Allah

Bacaan: Galatia 4:21-27

Saudara-saudaraku yang terkasih dalam Kristus, mari kita merenungkan firman Tuhan hari ini dari Galatia 4:21-27. Bagian ini membahas perjanjian Hukum dan Perjanjian Janji melalui kisah Sara dan Hagar. Namun, lebih dari sekadar sejarah, firman ini memberikan pelajaran mendalam bagi para pria dan suami di Indonesia mengenai panggilan mereka untuk hidup dalam kebenaran dan janji Allah.

Mengenal Dua Perjanjian

Dalam Galatia 4:21-27, Rasul Paulus menunjukkan perbedaan antara dua perjanjian: Hagar mewakili perjanjian berdasarkan hukum (yang bersifat duniawi), sedangkan Sara mewakili perjanjian berdasarkan janji Allah (yang bersifat rohani). Hagar melambangkan Gunung Sinai—hukum Taurat yang membebani manusia dengan upaya sendiri untuk mencapai keselamatan. Sebaliknya, Sara melambangkan Yerusalem Baru—janji Allah yang datang melalui iman kepada Yesus Kristus.

Bagi para pria dan suami, ini adalah gambaran tentang dua cara hidup:

  1. Hidup berdasarkan usaha sendiri : Kita sering kali merasa harus menjadi "pahlawan" keluarga dengan kekuatan kita sendiri—mencari pengakuan melalui karier, status sosial, atau materialisme. Ini mirip dengan apa yang dilambangkan oleh Hagar: bekerja keras tetapi tidak pernah cukup.
  2. Hidup berdasarkan iman kepada Allah : Seperti Sara, kita diajak untuk percaya bahwa Allah telah menyediakan segala sesuatu bagi kita melalui kasih-Nya. Kita dipanggil bukan untuk mengandalkan diri sendiri, tetapi untuk bergantung sepenuhnya kepada-Nya.

Pergumulan Para Pria dan Suami di Indonesia

Sebagai pria dan suami di Indonesia, kita sering menghadapi tekanan budaya dan masyarakat yang menuntut kita menjadi "penyokong utama" keluarga. Hal ini bisa membuat kita kelelahan secara fisik, emosional, bahkan spiritual. Banyak dari kita mungkin merasa gagal ketika tidak dapat memenuhi standar dunia atau harapan orang lain.

Namun firman Tuhan berkata kepada kita: “Karena aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 8:38-39).

Allah menginginkan kita untuk melepaskan beban dunia ini dan bergantung pada-Nya. Ia memanggil kita untuk menjadi pemimpin keluarga yang didasarkan pada kasih dan anugerah-Nya, bukan pada kekuatan atau prestasi manusia.

Menjadi Pemimpin Keluarga yang Berakar pada Janji Allah

Apa artinya menjadi pria dan suami yang berakar pada janji Allah? Berikut beberapa prinsip yang dapat kita ambil:

  1. Membangun Hubungan dengan Allah Terlebih Dahulu
    Sebelum menjadi kepala rumah tangga, kita harus belajar tunduk kepada Allah sebagai Bapa kita. Mazmur 127:1 mengingatkan: “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Bangun komitmen doa dan firman setiap hari agar pondasi keluarga kita kokoh di dalam Tuhan.
  2. Memimpin dengan Kasih, Bukan Kekuasaan
    Efesus 5:25 mengajarkan: “Hai suami, kasihilah isterimu seperti Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.” Kepemimpinan bukan soal dominasi, melainkan pelayanan. Jadilah suami yang mendengarkan istri, memahami kebutuhannya, dan menunjukkan kasih tanpa syarat seperti Kristus.
  3. Mengajarkan Anak-Anak untuk Mengenal Allah
    Ulangan 6:6-7 berkata: “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Sebagai ayah, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan nilai-nilai iman kepada generasi berikutnya.
  4. Tidak Takut Mengakui Kelemahan
    Kita semua memiliki kelemahan, tetapi Allah tidak memanggil kita untuk sempurna. Ia memanggil kita untuk setia. 2 Korintus 12:9 mengingatkan: “Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’” Jangan malu untuk meminta dukungan dari pasangan, keluarga, atau gereja saat kita merasa lemah.

Penutup

Saudara-saudaraku, marilah kita memilih untuk hidup dalam perjanjian janji Allah, bukan perjanjian hukum yang hanya menghasilkan kelelahan. Dengan bergantung pada kasih karunia-Nya, kita dapat menjadi suami yang memimpin keluarga dengan hati yang lembut, sabar, dan penuh kasih. Biarlah kita semua, sebagai pria dan suami, menjadi berkat bagi keluarga dan masyarakat kita.

Mari tutup renungan ini dengan doa sederhana:

"Ya Bapa, kami bersyukur atas kasih-Mu yang begitu besar. Ajar kami untuk hidup dalam janji-Mu, bukan dalam upaya kami sendiri. Jadikan kami suami dan ayah yang memuliakan nama-Mu. Di dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin."

Ayat Pengingat:

"Sebab itu saudara-saudara, berdirilah teguh dan berpeganglah pada peraturan-peraturan yang telah kamu ajarkan, baik secara lisan, maupun secara tertulis." (2 Tesalonika 2:15)

Semoga renungan ini memberkati Anda semua. Tuhan Yesus memberkati!


Dari Tanggung Jawab ke Kedewasaan Rohani
Bacaan: Galatia 4:1-6